pagi ini berbeda matahari belum memberikan sinarnya
langit hitam dan kilat terus menyambar, tidak harus menunggu lama, ya hujan turun dengan deras nya seketika.
hmmh..
banyak sekali kulihat keluhan dari para manusia di bawah
sejenak aku berpikir,
baiklah hari ini aku akan keluar setelah hujan dan kilat menyelesaikan tugasnya.
tapi aku tidak akan membiarkan manusia yang berkeluh kesah itu dapat melihat keindahanku.
kali ini hanya mereka yang bahagia karna dapat menghargai hidup yang dapat melihatku.
***
Ani, 11 tahun
tubuh mungilnya menyusuri sebuah jalan kecil yang sangat sepi dan gelap. malam ini ia masih harus membantu majikan nya membersihkan rumah makan.
ani bekerja di rumah keluarga Haryanto.
Jam yang tergantung di dinding itu menunjukan pukul 11.30
sejenak ani berpikir, untung ia telah mengerjakan semua tugas sekolah nya untuk esok hari.
Yah benar, Ani tetap bersekolah. Keluarga Haryanto berjanji untuk menanggung semua biaya pendidikan nya, itu alasan terbesar Ani tetap bertahan bekerja untuk keluarga Haryanto meskipun ia harus terus mengelus dada dengan sikap keluarga Haryanto.
Ani tidak mengenal siapa Ibu yang mengandungnya dan melahirkannya, apalagi ayahnya yang hanya menanam benih di rahim ibunya. Ani hanya tahu Bu Suryo yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang, meskipun waktu dan sayang nya harus terbagi dengan anak-anak lain di panti asuhan tempat ia tumbuh. Sembilan tahun ia dirawat Bu Suryo bersama teman-teman nya yang lain, hingga keluarga Haryanto bersedia mengadopsinya. Adopsi, mungkin itu hanya akal-akalan keluarga Haryanto. Kata memperkerjakan sepertinya lebih tepat. Ya keluarga Haryanto mengambil Ani di Panti asuhan untuk memperkerjakannya dengan imbalan menyekolahkannya. Terkadang Ani rindu sekali dengan panti asuhannya, dimana ia bisa merasakan kasih sayang.. hmm mungkin keluarga. Karna Ani tidak memiliki keluarga hingga ia tidak tahu bagaimana rasanya dan bentuknya kasih sayang keluarga.
Jam menunjukan pukul 4 pagi, ani segera bangun dan merapihkan seluruh isi rumah. Ia menyapu dan mengepel rumah itu, setelah itu ia mencuci semua baju kotor, sembari ia memasak. Setiap hari selalu ada ‘pagi sibuk Ani’ kecuali di hari Minggu karna Ani tidak harus terburu-buru merapihkan isi rumah karna Ani tidak harus ke sekolah di hari minggu.
Jam menunjukan pukul 5.30 hari ini sepertinya sinar matahari tertutup awan gelap dan kilat yang terus menyambar, sejenak Ani berpikir bagaimana dengan baju yang sudah dicuci ini. Ani berspekulasi dan tetap menjemur nya satu per satu. Segera ia mengganti pakaian nya dengan pakaian seragam. Tiba-tiba terdengar suara hujan turun dengan derasnya, dengan sigap Ani bergegas menurunkan semua pakaian yang tadi dijemurnya, dan dipindahkannya ke dalam rumah. Seragam nya sedikit basah, karna terkena hujan tadi. Ani masuk ke kamar mengambil jaket, topi, payung dan dua buah kantong plastik. Ia berjalan ke teras dipakainya jaket untuk menutupi tubuhnya, topi menutupi kepalanya, dua buah kantong plastik di sepatunya, agar tidak basah, dibuka payung hijau nya dan ia berjalan keluar rumah, hujan hari ini sangat deras pikirnya. Ia berjalan menuju sekolahnya, sembari ia mengucap syukur kepada tuhan karna hari ini ia diberikan kesempatan untuk kembali melihat isi dunia, untuk bekerja pada keluarga Haryanto, untuk pergi ke sekolah meskipun harus berjalan di tengah hujan yang sangat deras. Tidak ada raut murung diwajah Ani, senyum tulus terhias di bibir mungilnya.
Hujan tidak lagi deras, hangat sinar matahari mulai terasa dan pelangi terlukis indah di langit. Ani terdiam, ia tersenyum karna ini kali pertama ia melihat sosok pelangi.
Ia menghampiri pria yang berdiri di sampingnya dan menunjuk langit agar pria itu melihat juga pelangi yang menghiasi langit pagi ini. Dengan muka yang ditekuk, pria itu berkata “mana ada pelangi!udah gak usah berisik saya kesal dengan hujan di pagi hari ini.”
***
Ani, gadis kecil itu.
aku biarkan ia melihat keindahan warnaku
agar ia tahu
ketika tuhan menurunkan hujan dan menyembunyikan matahari,
sebenarnya tuhan sedang menyiapkan ’aku’ untuknya.
No comments:
Post a Comment